Twitter
RSS

Sejarah Kabupaten Sijunjung

Sawahlunto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pada bulan Oktober 1945 dibentuklah Kabupaten Tanah Datar dengan ibukotanya Sawalunto, yang wilayahnya meliputi beberapa kewedanaan yaitu Batusangkar, Padang Panjang, Solok, Sawahlunto dan Sawahlunto/Sijunjung. Dalam rangka melanjutkan perjuangan kemerdekaan, Gubernur Militer Sumatera Barat membentuk kabupaten baru, yakni Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang diresmikan pada tanggal 28 Februari 1949. Sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2008, pada 10 Maret 2008 Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung diubah namanya menjadi Kabupaten Sijunjung.

Kabupaten Sijunjung terletak di Sebelah Selatan Propinsi Sumatera Barat, di sebelah Barat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sebagian besar penduduknya bersuku Minangkabau dengan falsafah adat, pola pikir, tatanan budaya serta norma yang khas. Secara sosiokultural dan ekonomi, keunikan masyarakat Sijunjung terletak pada keberadaan sistem matrilineal yang kuat dan ketaatan pada nilai-nilai Islam. Sistem matrilineal dan ketaatan pada ajaran Islam yang berkembang di sebagian besar masyarakat Minangkabau melahirkan praktik dan tradisi yang sangat kuat, bersendikan adat dan syara’ (agama). Kedua sendi inilah yang turut mengembangkan praktik pemerintahan berbasis Nagari, sebuah entitas yang tidak hanya berbasis politik (berupa kesepakatan tokoh-tokoh adat, agama, dan intelektual) tetapi juga sosioekonomi (sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kekuatan sosio-ekonomi masyarakat). Aktifitas masyarakatnya selalu bersendikan atas tradisi, seperti kebiasaan ”berdagang, bertani, berkebun dan merantau” yang bertahan hingga kini.

Selain kuatnya nilai adat, Kabupaten Sijunjung adalah sebuah Daerah historikal yang mengikuti sejarah perjalanan Republik tercinta ini. Sejarah telah mencatat sebuah kecamatan di Kabupaten Sijunjung dengan luas wilayah 57.540 hektar, dengan nama Sumpur Kudus pernah menjadi markas Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Mei 1949. Selain itu Sumpur Kudus juga sering disebut-sebut namanya karena Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafi’I Ma’arif putra asli daerah ini. Disamping itu Kabupaten Sijunjung merupakan wilayah kerja ROMUSHA pada zaman penjajahan Jepang. Peninggalan yang bisa dilihat sampai sekarang adalah jembatan kereta api di tepi Batang Kuantan dan lokomotif tua di Kenagarian Silokek.

Dengan posisi tidak lagi sebagai kabupaten terluas nomor tiga di Propinsi Sumatera Barat, Kabupaten Sijunjung berada posisinya menjadi kabupaten nomor dua terkecil. Pada tahun 2004 Kabupaten Sijunjung mengalami pemekaran, dengan 49 persen wilayahnya menjadi sebuah Kabupaten yang diberi nama Dharmasraya. Namun begitu, tidak berati Sijunjung telah kehilangan semuanya, di balik segala keterbatasannya, Kabupaten Sijunjung sebenarnya memiliki berbagai potensi yang masih bisa dioptimalkan. Bukan hal yang tidak mungkin Sijunjung akan merubah posisinya menjadi sebuah kabupaten yang maju, kaya dengan pembangunan. Walau untuk menuju ke sana dibutuhkan tenaga ekstra serta kerja sama dengan berbagai kalangan yang memiliki kepentingan dengan Sijunjung.

Comments (0)

Posting Komentar